Selasa, 25 Desember 2012

PSIKOLOGI KESEHATAN - PSIKOLOGI DAN KRIMINAL


TUGAS INDIVIDU PSIKOLOGI KESEHATAN
NAMA            : SITI ENDANG ERNAWATI
STAMBUK    : F1D2 11033

PSIKOLOGI DAN KRIMINAL
Berbicara tentang psikologi kriminal sebagai salah satu tipe teori kriminologi berdasarkan faktor individu manusia, maka kita tidak pernah lepas dari apa yang namanya keturunan dan bawaan, maka dari itu memulai pembahasan tentang psikologi kriminal kita berbicara tentang genotype dan phenotype. Dua hal tersebut yang akan mempengaruhi apakan ada kaitannya antara perbuatan manusia dengan keturunan atau bawaan, atau dengan apa yang disebut dengan kepribadian.
Pada psikologi kriminal, dikaitkan dengan perilaku manusia. Berikut adalah beberapa kontribusi dan keterbatasan psikologi perilaku
·         Pendekatan psikologi perilaku biasanya dianggap sebagai keahlian yang bagus dan dapat dipercaya, setidaknya bagi para ilmuwan. Teori-teorinya dapat diuji dengan mudah dan ditunjamg dengan banyak sekali penelitian yang teliti.
·         Selain terdengar meyakinkan  secara akademis, prinsip-prinsip psikologi perilaku mudah diterapkan dalam kehidupan nyata untuk memahami situasi sehari-hari.
·         Psikologi perilaku juga diterapkan ahli psikologi untuk beragam situasi. Bermacam-macam penerapan mulai dari terapi untuk aneka ragam kondisi psikologis sampai pengelolaann perilaku anak, memahami pengaruh kekerasan di media, mendorong perilaku yang meningkatkan kesehatan, mengiklankan dan memasarkan produk-produk dan meningkatkan keefektifan sistema pidana adalah sedikit contohnya.
Banyak sudut pandang yang digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena tindakan kriminal yang ada. Pada kesempatan ini saya mencoba dari sisi psikologis pelakunya.  Sudut pandang ini tidak dimaksudkan untuk memaklumi tindakan kriminalnya, melainkan semata-mata hanya sebagai penjelasan.

Ragam Pendekatan Teori Psikologis Perilaku  Kriminalitas 
Penjelasan tentang perilaku kriminalitas telah diberikan oleh para ahli dari berbagai latar belakang sejak sejarah kriminalitas tercatat. Penjelasan itu diberikan oleh folosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Bermula dari berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan, dan beberapa kajian sebelumnya yang terkait dengan perilaku kriminal, maka pada tulisan ini disampaikan beberapa padangan tentang perilaku kriminal.
1.      Pendekatan Tipologi Fisik / Kepribadian
Pendekatan tipologi ini memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan perilaku kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep ini adalah Kretchmerh dan Sheldon: Kretchmer dengan constitutional personality, melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya ada tiga tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm  berupada sistem digestif (pencernaan), Ectoderm: sistem kulit dan syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian.  William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh ke dalam tiga tipe, yaitu :
a)      Endomorf:  Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal.
b)      Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif,  vigorous, and bold.
c)      Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otk berkembang dengan baik (well developed brain),   Introverted, sensitive, and nervous.
Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal.  Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar.  Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu  dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu disimpulkan.  
B.     Pendekatan Pensifatan / Trait Teori tentang kepribadian
Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian.  Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara bersama-sama.   
C.    Pendekatan Psikoanalisis
Freud melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya Super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang.  Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya.  Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman dari bapaknya.  Psikoanalist lain (Bowlby:1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak. 
D.    Pendekatan Teori Belajar Sosial
Teori ini dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik tuntuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain.  Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious reinforcement)Tampaknya metode ini yang paling berbahaya dalam menimbulkan tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui observasi terhadap model mengenai perilaku tertentu.  
E.     Pendekatan Teori Kognitif
Pendekatan ini menanyakan apakah pelaku kriminal memiliki pikiran yang berbda dengan orang “normal”? Yochelson & Samenow (1976, 1984) telah mencoba meneliti gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliti ini yakin bahwa pola berpikir lebih pentinfg daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan.  
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.
Faktor Penyebab Perilaku Kriminalitas 
Banyak ahli yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan kriminal.  Faktor penyebabnya antara lain :
1.      Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
2.      Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an)
3.      Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an)
4.      Atavistic trait atau  Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal ( Cesare  Lombroso, 1835-1909)
5.      Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain)
            Kiranya tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas semua bentuk kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Tetapi terdapat dua teori yang yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang berperilaku kriminal, yaitu :
1.      Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, 1965) tentang level of aspiration.  Teori ini menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan dan probabilitas subyektif pelaku apabila  sukses dikurangi probabilitas subjektif kalau gagal.  Teori ini dapat dirumuskan dalam persama seperti berikut:
V = (Vsu X SPsu) – (Vf X SPf)
Dimana: V  = valensi = tingkat aspirasi seseorang su = succed = suksesf    = failure  =  gagalSP = subjective probability 
Teori di atas, tampaknya cocok untuk menjelaskan perilaku kriminal yang telak direncanakan. Karena dalam rumus di atas peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih dalam akankah seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.   
2.      Teori kedua yaitu perilaku yang tidak terencana dapat dijelaskan dengan persamaan yang diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan B=f(PE). Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life space ini merupakan interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.  Mengapa model perilaku Gestalt digunakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak berencana?  Pertama, pandangan Gestalt sangat mengandalkan aspek kekinian. Kedua, interaski antara seseorang dengan lingkungan bisa berlangsung sesaat. Ketiga, interaksi tidak bisa dilacak secara partial.

cr :
Jarvis, Matt. 2012. Teori-Teori Psikologi. Bandung. Penerbit Nusa Media.


1 komentar: